Rabu, 03 Agustus 2011

Hukum pekerja kasar meninggalkan puasa



Dari Abdullah bin Muhammad bin Humaid dan Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz kepada yang mulia Pemimpin Majlis Kementrian Negara –semoga Allah menjaganya-.

Assalam alaikum wa rahmatullah wa barakatuh, wa ba’du:

Surat yang mulia nomor: 18523 tertanggal 24/11/1396 H telah sampai dan terlampir padanya wasiat-wasiat pertemuan kesepuluh pemikiran islam di Algeria, antum meminta kepada kami melihat fatwa yang datang bersama wasiat-wasiat tersebut secara khusus tentang rukhshah syariat kepada para pekerja di pabrik pengolahan besi dan baja untuk tidak puasa di bulan Ramadhan.

Kami sampaikan kepada antum bahwa hukum asal adalah wajibnya puasa Ramadhan dan meniatkan puasa di malam hari bagi seluruh kaum muslimin yang terbebani syariat dan mengerjakan puasa, kecuali orang yang mendapatkan rukhshah dari Pembuat syariat untuk boleh berbuka dan mereka adalah orang-orang sakit, musafir dan orang-orang semisal mereka. Dan para pekerja kasar termasuk dalam keumuman mukallaf dan bukan masuk dalam katagori orang-orang sakit dan musafir, maka wajib bagi mereka meniatkan puasa Ramadhan di malam hari dan keesokannya mereka puasa. Barangsiapa yang terpaksa berbuka di siang harinya maka boleh baginya untuk berbuka dengan mengkonsumsi makanan yang bisa menolak kemudharatan dirinya, kemudian menahan makan minum di sisa harinya dan dia mengqadha puasanya pada waktu yang sesuai. Dan bagi orang yang tidak mendapati keterpaksaan untuk berbuka, wajib baginya untuk melanjutkan puasa. Inilah yang sesuai dengan dalil-dalil syar’i dari al-Kitab dan as-Sunnah dan apa yang ditunjukkan oleh pendapat ahli tahqiq dari ahli ilmu dari seluruh madzhab. Dan wajib bagi pemimpin kaum muslimin yang memiliki pekerja kasar seperti pada masalah yang ditanyakan ini untuk melihat pada kondisi mereka dengan tidak membebani mereka –jika memungkinkan- dengan pekerjaan yang menyebabkan mereka berbuka di siang hari bulan Ramadhan dengan menjadikan pekerjaan pada malam hari atau jam kerjanya siang hari dibagi antara para pekerja dengan pembagian yang adil yang mereka bisa menjalankan pekerjaan dan puasa sekaligus.

Adapun fatwa yang ditanyakan, itu adalah fatwa dalam permasalahn individu yang mereka memberi fatwa dengan ijtihad mereka –ijtihad yang disyukuri- akan tetapi mereka tidak menyebutkan pokok-pokok (point) yang kami sebutkan dan yang ditetapkan oleh para muhaqqiq dari ahli ilmu di setiap madzhab.
Kita memohon kepada Allah untuk memberikan taufik kepada semua dalam hal kebaikan.

Wassalam alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Pemimpin Majlis Pengadilan Tertinggi dan Pemimpin Umum Pengawas Agama atas Masjidil Haram:
Abdullah bin Muhammad bin Humaid

Pemimpin Umum Badan Riset Ilmiyah, fatwa, Dakwah dan Irsyad:
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz


sumber: Majmu' Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi'ah karya Syeikh Bin Baaz Juz: 15, hal.: 245-246 

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar