Jumat, 12 Agustus 2011

Menutupi aurat




Ketika membuka aurat kaum muslimin dan menyingkap kejelekannya membawa kepada kerusakan mereka, menolong setan kepada mereka dan menyebabkab mereka terus menerus di atas kemaksiatan sebagaimana dalamhadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Muawiayah dari Nabi SAW:

إنك إن اتبعت عورات المسلمين أفسدتهم، أو كدت أن تفسدهم

Sesungguhnya engkau apabila mengikuti aurat kaum muslimin, niscaya engkau merusakkan mereka atau hampir saja engkau merusakkan mereka”.

Maka islam menganjurkan untuk menutupi aurat dan melarang untuk mengikuti aurat. Maka Abu Dawud mengeluarkan dari hadits Abu Barzah al-Aslami berkata, Rasulullah bersabda:

يا معشر من آمن بلسانه ولم يدخل الإيمان قلبه, لا تغتابوا المسلمين، ولا تتبعوا عوراتهم، فإنه من اتبع عوراتهم يتبع الله عورته، ومن يتبع الله عورته يفضحه في بيته

Wahai seluruh orang yang beriman dengan lisannya dan keimanan belum masuk ke dalamhatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin dan janganlah kalian mengikuti aurat mereka, sesungguhnya barangsiapa yang mengikuti aurat mereka maka Allah akan mengikuti auratnya dan barangsiapa yang Allah mengikuti auratnya maka Allah akan menyingkap auratnya (walaupun) di dalam rumahnya”.

Bagi pelaku maksiat wajib baginya untuk menutupi kemaksiatannya sebelum orang lain, jika tidak maka dia tidak mendapatkan ampunan Allah Ta’ala sebagaimana hadits di ash-Shahihain dari Abu Hurairah:

كلّ أمّتي معافًى إلاّ المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعملَ الرجل بالليل عملاً ثم يصبح وقد ستره الله فيقول: يا فلان، عملتُ البارحةَ كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبِح يكشِف سترَ الله عليه

Setiap umatku mendapatkan ampunan kecuali orang-orang yang menampakkan kemaksiatannya. Dan termasuk menampakkan kemaksiatan seseorang mengerjakan kemaksiatan di waktu malam kemudian di pagi harinya padahal Allah telah menutupinya dia berkata, “Wahai Fulan, semalam aku mengerjakan ini dan ini”, sungguh dia bermalam Rabbnya telah menutupi aibnya dan di waktu pagi dia menyingkap penutupan Allah (atas aibnya) bagi dirinya”.

Orang yang tidak membuka aibnya, dialah yang akan mendapatkan penutupan Allah (atas dosa dan kemaksiatan) di akhirat. Imam Muslim mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda:

لا يستر الله على عبد في الدنيا إلا ستره الله يوم القيامة

Allah tidak menutupi (aib) seorang hamba di dunia kecuali Allah akan menutupinya di hari kiamat”.

Kaum salaf telah menterjemahkan makna hadits-hadits yang mulia ini ke dalam praktek nyata yang penuh kasih sayang. Abdurrazzaq telah mengeluarkan di dalam Mushannafnya (10/227) dari Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata:

لو لم أجد للسارق والزاني وشارب الخمر إلا ثوبي لأحببت أن أستره عليه

Seandainya aku tidak mendapati bagi pencuri, pezina dan peminum minuman keras kecuali bajuku, sungguh aku menyukai untuk menutupi auratnya”.

Dan Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf (9/468) mengeluarkan atsar dengan sanad Shahih dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas, ‘Ammar dan Zubair, mereka menangkap pencuri dan membebaskannya, maka aku berkata kepada Ibnu Abbas, “Sungguh jelek apa yang engkau lakukan ketika engkau membebaskannya”, maka Ibnu Abbas berkata, “Semoga kamu tidak punya Ibu!, seandainya kamu (yang mencuri), sungguh kamu akan senang jika kamu dibebaskan!”.

Inilah Ammar bin Yasir dalam hadits hadits pilihan Makarimil akhlaq karya al-Kharaithi menangkap pencuri kemudian membiarkannya dan dia berkata, “Aku menutupinya semoga Allah menutupiku”. Demikian juga Ibnu Abbas menangkap pencuri kemudian memberinya perbekalan dan membebaskannya.

Dan dalam maslah ini ada penjelasan secara terperinci, inilah penjelasannya di dalam Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, karya Ibnu Rajab, beliau berkata:

Ketahuilah bahwa manusia ada dua macam:

Pertama: orang yang tertutupi aibnya dan tidak diketahui dengan melaksanakan kemaksiatan, apabila dia terjatuh dalam kesahan atau kekeliruan tidak diperkenankan mengungkap atau menyingkap kesalahannya dan membicarakannya karena itu termasuk ghibah yang diharamkan, dan inilah orang yang dimaksudkan dalam nash-nash tadi. Orang seperti ini apabila datang dengan taubat dan penyesalan dan mengakui pantas mendapatkan had (hukuman) maka tidak boleh dimintai penjelasan terperinci akan kesalahannya akan tetapi diperintahkan untuk kembali dan menutupi auratnya.

Kedua: orang yang terkenal dengan kemaksiatan dan menampakkannya, tidak peduli dengan apa yang dia lakukan dan apa yang disampaikan kepadanya, inilah fajir yang menampakkan kemaksiatannya dan tidak mengapa dighibahi sebagaimana perkataan Hasan Bashri dan selainnya. Orang semacam ini tidak mengapa di cari cari kesalahannya untuk ditegakkan had kepadanya.

Demikianlah kita dapati manhaj islam yang bijaksana terhadap pelaku maksiat yang menyeru untuk menutupi aib mereka sendiri dan memperingatkan dari mengikuti aurat mereka danmengharamkan jalan-jalan untuk mengikuti aurat mereka sehingga islam melarang dari tajassus dan ghibah, mensyariatkan meminta ijin kemudian membuka pintu taubat dan menyeru mereka kepada keinginan dan harapan serta percaya akan ampunan Allah.

Sesungguhnya itu adalah rahmat Allah yang luas dan hikmah yang tinggi. Bagi Allah pujian di dunia dan di akhirat.



Sumber: Majalah al-Ashalah nomor: 5 hal.: 18-19 pada pembahasan istatiru wasturu yang ditulis oleh Khalid bin Ali bin Muhammad al-‘Anbari.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar