Ketika membuka aurat kaum
muslimin dan menyingkap kejelekannya membawa kepada kerusakan mereka, menolong
setan kepada mereka dan menyebabkab mereka terus menerus di atas kemaksiatan
sebagaimana dalamhadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Muawiayah dari
Nabi SAW:
إنك إن اتبعت عورات المسلمين أفسدتهم، أو كدت أن تفسدهم
“Sesungguhnya engkau apabila mengikuti aurat kaum
muslimin, niscaya engkau merusakkan mereka atau hampir saja engkau merusakkan
mereka”.
Maka islam menganjurkan untuk
menutupi aurat dan melarang untuk mengikuti aurat. Maka Abu Dawud mengeluarkan
dari hadits Abu Barzah al-Aslami berkata, Rasulullah bersabda:
يا معشر من آمن بلسانه ولم يدخل الإيمان قلبه, لا تغتابوا المسلمين،
ولا تتبعوا عوراتهم، فإنه من اتبع عوراتهم يتبع الله عورته، ومن يتبع الله عورته يفضحه
في بيته
“Wahai seluruh orang yang beriman dengan lisannya
dan keimanan belum masuk ke dalamhatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum
muslimin dan janganlah kalian mengikuti aurat mereka, sesungguhnya barangsiapa
yang mengikuti aurat mereka maka Allah akan mengikuti auratnya dan barangsiapa
yang Allah mengikuti auratnya maka Allah akan menyingkap auratnya (walaupun) di
dalam rumahnya”.
Bagi pelaku maksiat wajib baginya
untuk menutupi kemaksiatannya sebelum orang lain, jika tidak maka dia tidak
mendapatkan ampunan Allah Ta’ala sebagaimana hadits di ash-Shahihain dari Abu
Hurairah:
كلّ أمّتي معافًى إلاّ المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعملَ الرجل
بالليل عملاً ثم يصبح وقد ستره الله فيقول: يا فلان، عملتُ البارحةَ كذا وكذا، وقد
بات يستره ربّه، ويصبِح يكشِف سترَ الله عليه
“Setiap umatku mendapatkan ampunan kecuali
orang-orang yang menampakkan kemaksiatannya. Dan termasuk menampakkan
kemaksiatan seseorang mengerjakan kemaksiatan di waktu malam kemudian di pagi
harinya padahal Allah telah menutupinya dia berkata, “Wahai Fulan, semalam aku
mengerjakan ini dan ini”, sungguh dia bermalam Rabbnya telah menutupi aibnya
dan di waktu pagi dia menyingkap penutupan Allah (atas aibnya) bagi dirinya”.
Orang yang tidak membuka aibnya,
dialah yang akan mendapatkan penutupan Allah (atas dosa dan kemaksiatan) di
akhirat. Imam Muslim mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda:
لا يستر الله على عبد في الدنيا إلا ستره الله يوم القيامة
“Allah tidak menutupi (aib) seorang hamba di dunia
kecuali Allah akan menutupinya di hari kiamat”.
Kaum salaf telah menterjemahkan
makna hadits-hadits yang mulia ini ke dalam praktek nyata yang penuh kasih
sayang. Abdurrazzaq telah mengeluarkan di dalam Mushannafnya (10/227) dari Abu
Bakar Ash-Shiddiq berkata:
لو لم أجد للسارق والزاني وشارب الخمر إلا ثوبي لأحببت أن أستره عليه
“Seandainya aku tidak mendapati bagi pencuri,
pezina dan peminum minuman keras kecuali bajuku, sungguh aku menyukai untuk
menutupi auratnya”.
Dan Ibnu Abi Syaibah di dalam
Al-Mushannaf (9/468) mengeluarkan atsar dengan sanad Shahih dari ‘Ikrimah dari
Ibnu Abbas, ‘Ammar dan Zubair, mereka menangkap pencuri dan membebaskannya,
maka aku berkata kepada Ibnu Abbas, “Sungguh jelek apa yang engkau lakukan
ketika engkau membebaskannya”, maka Ibnu Abbas berkata, “Semoga kamu tidak
punya Ibu!, seandainya kamu (yang mencuri), sungguh kamu akan senang jika kamu
dibebaskan!”.
Inilah Ammar bin Yasir dalam
hadits hadits pilihan Makarimil akhlaq karya al-Kharaithi menangkap pencuri
kemudian membiarkannya dan dia berkata, “Aku menutupinya semoga Allah
menutupiku”. Demikian juga Ibnu Abbas menangkap pencuri kemudian memberinya
perbekalan dan membebaskannya.
Dan dalam maslah ini ada
penjelasan secara terperinci, inilah penjelasannya di dalam Jami’ al-‘Ulum wa
al-Hikam, karya Ibnu Rajab, beliau berkata:
Ketahuilah bahwa manusia ada dua
macam:
Pertama: orang yang tertutupi
aibnya dan tidak diketahui dengan melaksanakan kemaksiatan, apabila dia
terjatuh dalam kesahan atau kekeliruan tidak diperkenankan mengungkap atau
menyingkap kesalahannya dan membicarakannya karena itu termasuk ghibah yang
diharamkan, dan inilah orang yang dimaksudkan dalam nash-nash tadi. Orang
seperti ini apabila datang dengan taubat dan penyesalan dan mengakui pantas
mendapatkan had (hukuman) maka tidak boleh dimintai penjelasan terperinci akan
kesalahannya akan tetapi diperintahkan untuk kembali dan menutupi auratnya.
Kedua: orang yang terkenal dengan
kemaksiatan dan menampakkannya, tidak peduli dengan apa yang dia lakukan dan
apa yang disampaikan kepadanya, inilah fajir yang menampakkan kemaksiatannya
dan tidak mengapa dighibahi sebagaimana perkataan Hasan Bashri dan selainnya.
Orang semacam ini tidak mengapa di cari cari kesalahannya untuk ditegakkan had
kepadanya.
Demikianlah kita dapati manhaj
islam yang bijaksana terhadap pelaku maksiat yang menyeru untuk menutupi aib
mereka sendiri dan memperingatkan dari mengikuti aurat mereka danmengharamkan
jalan-jalan untuk mengikuti aurat mereka sehingga islam melarang dari tajassus
dan ghibah, mensyariatkan meminta ijin kemudian membuka pintu taubat dan
menyeru mereka kepada keinginan dan harapan serta percaya akan ampunan Allah.
Sesungguhnya itu adalah rahmat
Allah yang luas dan hikmah yang tinggi. Bagi Allah pujian di dunia dan di
akhirat.
Sumber: Majalah al-Ashalah nomor:
5 hal.: 18-19 pada pembahasan istatiru wasturu yang ditulis oleh Khalid bin Ali
bin Muhammad al-‘Anbari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar