Senin, 01 Agustus 2011

Wanita haid mengqadha puasa yang dia tinggalkan




Soal: Aku memiliki saudara perempuan yang belum mengqadha puasa yang dia tinggalkan karena haid setelah lewat beberapa tahun karena sebab tidak tahu (bodoh) dengan hukum ini, terlebih lagi sebagian orang awam berkata kepadanya tidak perlu mengqadha puasa yang dia tinggalkan, apa yang wajib dia lakukan?

Jawab:
Wajib baginya untuk memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, wajib baginya untuk puasa atas hari-hari yang dia tidak puasa dan memberi makan setiap harinya seorang miskin sebagaimana difatwakan oleh sejumlah sahabat Nabi SAW yaitu setengah sha’ yang takarannya 1,5 kg. Dan kewajiban mengqadha ini tidak gugur dengan perkataan wanita-wanita bodoh kepadanya bahwasanya dia tidak perlu mengqadha puasa. Aisyah berkata: Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat. Muttafaq alaihi. Apabila datang Ramadhan yang kedua sebelum dia mengqadha puasanya maka dia berdosa dan wajib baginya mengqadha puasa, taubat dan memberi makan seorang miskin setiap harinya apabila dia mampu. Adapun apabila dia miskin tidak mampu memberi makan orang miskin cukup baginya puasa dan taubat sedangkan memberi makan orang miskin gugur darinya.

Apabila dia tidak menghitung bilangan hari yang dia berbuka maka dia mengira-ira bilangan harinya dan berpuasa sejumlah perkiraan beberapa hari yang dia tidak puasa Ramadhan, dan cukup itu baginya karena Allah berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah sepenuh kemampuanmu. (at-Taghabun: 16).  Dan termasuk kasih sayang Allah adalah gugurnya shalat baginya karena apabila harus mengqadhanya akan memberatkannya.

Wajib bagi orang-orang yang sakit untuk bersungguh-sungguh mengerjakan shalat menurut kemampuan mereka sampai kalau harus shalat dengan pakaian mereka yang ada najisnya, apabila tidak mampu mencucinya dan tidak ada pakaian bersih, wajib bagi mereka untuk shalat dengan tayamum apabila tidak mampu wudhu dengan air berdasarkan ayat yang telah lalu: Dan bertakwalah kamu kepada Allah sepenuh kemampuanmu, dan walaupun tidak menghadap kiblat jika tidak mampu untuk menghadap kiblat. Dan wajib bagi orang sakit untuk shalat menurut kemampuan dia apakah berdiri, duduk, berbaring pada sisi tubuhnya atau dengan tidur telentang berdasarkan perkataan Nabi SAW kepada ‘Imran bin Husain ketika dia sakit:
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْب، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ  فمستلقيا.
Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu maka dengan duduk, jika kamu tidak mampu maka berbaring pada sisi tubuh, jika tidak kamu mampu maka dengan telentang. Diriwayatkan oleh Bukhari dan an-Nasai,dan ini lafadz an-Nasai. Kecuali apabila orang yang sakit tersebut hilang akalnya maka dia tidak perlu mangqadha puasa karena Nabi SAW berkata:
رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، ، وعن المجنون حتى يفيق وعن الصبي حتى يبلغ
Diangkat pena dari tiga orang: orang tidur sampai bangun, orang gila sampai sadar dan anak kecil sampai baligh. Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Akan tetapi apabila hilangnya akal dua atau tiga hari karena sakit lalu sadar maka dia harus mengqadha karena kondisinya seperti orang tidur.
Allah yang memberi taufik.

Sumber: Majmu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah karya Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Juz: 15

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar