Soal: Aku memiliki saudara perempuan yang belum
mengqadha puasa yang dia tinggalkan karena haid setelah lewat beberapa tahun
karena sebab tidak tahu (bodoh) dengan hukum ini, terlebih lagi sebagian orang
awam berkata kepadanya tidak perlu mengqadha puasa yang dia tinggalkan, apa
yang wajib dia lakukan?
Jawab:
Wajib baginya untuk memohon ampun kepada Allah
dan bertaubat kepada-Nya, wajib baginya untuk puasa atas hari-hari yang dia
tidak puasa dan memberi makan setiap harinya seorang miskin sebagaimana
difatwakan oleh sejumlah sahabat Nabi SAW yaitu setengah sha’ yang takarannya
1,5 kg. Dan kewajiban mengqadha ini tidak gugur dengan perkataan wanita-wanita bodoh
kepadanya bahwasanya dia tidak perlu mengqadha puasa. Aisyah berkata: Kami
diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha
shalat. Muttafaq alaihi. Apabila datang Ramadhan yang kedua sebelum dia
mengqadha puasanya maka dia berdosa dan wajib baginya mengqadha puasa, taubat
dan memberi makan seorang miskin setiap harinya apabila dia mampu. Adapun
apabila dia miskin tidak mampu memberi makan orang miskin cukup baginya puasa
dan taubat sedangkan memberi makan orang miskin gugur darinya.
Apabila dia tidak menghitung bilangan hari yang
dia berbuka maka dia mengira-ira bilangan harinya dan berpuasa sejumlah
perkiraan beberapa hari yang dia tidak puasa Ramadhan, dan cukup itu baginya
karena Allah berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah sepenuh
kemampuanmu. (at-Taghabun: 16). Dan termasuk kasih sayang
Allah adalah gugurnya shalat baginya karena apabila harus mengqadhanya akan
memberatkannya.
Wajib bagi orang-orang yang sakit untuk
bersungguh-sungguh mengerjakan shalat menurut kemampuan mereka sampai kalau
harus shalat dengan pakaian mereka yang ada najisnya, apabila tidak mampu
mencucinya dan tidak ada pakaian bersih, wajib bagi mereka untuk shalat dengan
tayamum apabila tidak mampu wudhu dengan air berdasarkan ayat yang telah lalu: Dan
bertakwalah kamu kepada Allah sepenuh kemampuanmu, dan walaupun tidak
menghadap kiblat jika tidak mampu untuk menghadap kiblat. Dan wajib bagi orang
sakit untuk shalat menurut kemampuan dia apakah berdiri, duduk, berbaring pada
sisi tubuhnya atau dengan tidur telentang berdasarkan perkataan Nabi SAW kepada
‘Imran bin Husain ketika dia sakit:
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ
تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْب، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فمستلقيا.
Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu
maka dengan duduk, jika kamu tidak mampu maka berbaring pada sisi tubuh, jika
tidak kamu mampu maka dengan telentang. Diriwayatkan oleh Bukhari dan an-Nasai,dan ini
lafadz an-Nasai. Kecuali apabila orang yang sakit tersebut hilang akalnya maka
dia tidak perlu mangqadha puasa karena Nabi SAW berkata:
رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ، ، وعن المجنون حتى يفيق
وعن الصبي حتى يبلغ
Diangkat pena dari tiga orang: orang tidur
sampai bangun, orang gila sampai sadar dan anak kecil sampai baligh. Diriwayatkan
oleh Ahmad, Ibnu Majah dan Abu Dawud. Akan tetapi apabila hilangnya akal dua atau
tiga hari karena sakit lalu sadar maka dia harus mengqadha karena kondisinya
seperti orang tidur.
Allah yang memberi taufik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar