Dari
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz kepada al-akh H. S. H. –semoga Allah
memberikan keselamatan kepadanya-.
Assalam alaikum wa rahmatullah wa barakatuh,
wa ba’du:
Aku
sampaikan tentang permintaan fatwamu yang tercatat di Badan Riset Ilmiyah dan
Fatwa dengan nomor 1180 tertanggal 23/3/1407 H yang tertulis padanya: Aku
memiliki anak perempuan yang sekarang telah mencapai umur 13 tahun dan kami
berkeyakinan bahwa seorang anak perempuan tidak puasa sampai telah mencapai
umur 15 tahun. Akan tetapi sebagian orang menyampaikan bahwa seorang anak
perempuan yang telah haid wajib untuk puasa. Setelah itu, kami menanyakannya
kepada anak perempuan kami dan dia berkata bahwa dia telah mengalami haid sejak
tiga tahun yang lalu ketika berumur 10 tahun. Oleh karena itu kami ingin
mengetahui yang benar, apakah anak perempuan puasa Ramadhan setelah umur 15
tahun atau ketika telah mengalami haid?. Apabila seorang anak perempuan harus
puasa setelah mengalami haid, maka apa yang harus kami lakukan dengan tiga
tahun yang telah lewat, apakah dia (anak perempuan kami) harus puasa?.
Sebagaimana layak untuk diketahui bahwa saya tidak tahu akan hukum ini dan
tidak memiliki pengetahuan akan hal ini. Saya mengharapkan jawaban yang mulia
dengan (ucapan) sangat terima kasih.
Jawab:
Saya sampaikan
kepadamu bahwa wajib bagi anak perempuanmu untuk puasa Ramadhan apabila telah
mencapai umur baligh. Dan balighnya seseorang bisa diketahui dengan salah satu
dari hal-hal berikut: mencapai umur 15 tahun atau telah haid atau tumbuhnya
bulu kemaluan atau keluarnya mani dengan syahwat dalam kondisi sadar atau tidur
walaupun umurnya kurang dari 15 tahun. Oleh karena itu, wajib bagi anak
perempuanmu untuk mengqadha’ puasa yang dia tinggalkan semenjak dia mulai haid,
demikian juga mengqadha’ (mengganti) hari-hari yang dia haid di bulan Ramadhan,
sebagaimana diwajibkan baginya untuk membayar kafarah yaitu memberi makan
seorang miskin setiap harinya karena sebab dia mengakhirkan mengqadha’ puasa
sampai datang puasa Ramadhan berikutnya. Takaran kafarah berupa bahan
makanan pokok negerinya sebesar setengah sha’ (kurang lebih 1,5 kg, pent-) setiap hari puasa yang
dia tinggalkan jika dia mampu membayarnya. Namun apabila dia miskin maka tidak
wajib memberi makan orang miskin, cukup baginya puasa. Semoga Allah memberikan
taufik kepada kita semua untuk beramal yang membawa keridhaan-Nya.
Wassalam
alaikum wa rahmatullah wabarakatuh.
Pemimpin umum Badan Riset
ilmiyah, fatwa, dakwah dan irsyad.
Sumber:
Majmu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah karya Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baaz, Juz: 15 hal.: 173-174
Tidak ada komentar:
Posting Komentar