Pertanyaan: Apa hukum islam
tentang profesi wartawan (jurnalis)? Dan apa aturan syar’inya?
Jawab:
Segala puji bagi Allah, shalawat
dan salam untuk Rasulullah, keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba’du:
Jurnalistik adalah sarana
informasi yang sudah dikenal yang memiliki pengaruh yang luar biasa bagi setiap
orang dan masyarakat. Jurnalis sangat
esensial dalam memberikan informasi kepada pembaca akan peristiwa-peristiwa
yang terjadi dan pandangan penulis terhadap peristiwa tersebut. Tidak
dipungkiri bahwa jurnalis sejak kemunculannya telah digunakan untuk memusuhi
kaum muslimin pada kebanyakan waktu, karena para pelakunya kebanyakan adalah
orang-orang Yahudi, Nashrani dan Ateis. Ditambah usaha aktif mereka untuk
menyebarkan ateisme dan kerusakan moral, menganggap baik kebatilan dan
mempromosikannya. Dan kebanyakan kaum muslimin tidak menyadari hal ini, dan
yang menyadari di antara mereka menyadarinya setelah terlambat atau hampir
terlambat.
Sekarang telah terjadi apa yang
telah terjadi. Dan kami memandang akan wajibnya bagi kaum muslimin untuk
mengerahkan kemampuan mereka di bidang ini sesuai dengan aturan yang
ditetapkan, yang paling penting berpegang dengan petunjuk islam, karena Allah
sebagaimana memerintahkan kita beribadah untuk mencapai tujuan, Allah juga
memerintahkan kita beribadah dengan berpegang dengan syariat-Nya ketika kita
berusaha mencapai tujuan. Maka tujuan tidak boleh menjadi penghalal segala cara
dalam agama yang lurus ini.
Dan hukum bekerja manjadi
jurnalis tergantung pada jenis pekerjaan dan tabiat koran yang dia akan kerja
di situ, karena koran bermacam-macam, di antaranya:
1- Koran
yang serius dan komitment (dengan informasi yang benar) seperti koran-koran dan
majalah yang memperhatikan ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti tabloit
dan majalah islami yang menyampaikan berita benar, mengarahkan kaum muslimin
akan agama dan dunia mereka, maka bekerja di tempat semacam ini hukumnya mubah
sesuai dengan hukum asalnya selama tidak terjatuh dalam larangan syar’i yang
keluar dari hukum asal ini dan bahkan bisa jadi wajib pada sebagian kondisi
sesuai kebutuhan.
2- Koran
murahan yaitu koran yang berisi hasutan, fitnah dan semisalnya yang mana koran
ini mengedepankan hal-hal yang haram untuk melariskan barangnya dengan gambar
porno atau menyebarkan aib dan kejahatan di masyarakat. Atau memberikan bantuan
kepada musuh-musuh islam sehingga mereka bisa menjamah permasalahan islam dan
dasar-dasarnya disamping sumber pendanaannya yang penuh subhat dan keharaman. Maka koran semacam ini seorang muslim tidak
boleh bekerja di situ, karena bekerja di situ mengandung arti tolong menolong
dalam dosa dan permusuhan yang dilarang Allah:
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam
dosa dan permusuhan”. (al-Maidah: 2).
3- Koran yang bercampur antara yang baik dan buruk, di
dalamnya ada permainan, kesia-siaan dan tidak ada manfaatnya , lalu di situ
juga ada lembaran agama, maka bekerja di situ tidak dihukumi satu hukum saja,
bisa boleh satu waktu dan bisa jadi tidak boleh di waktu yang lain, bahkan bisa
wajib pada waktu yang lain sesuai dengan kondisi dan aturan syar’i.
Kesimpulannya: tidak dibenarkan bagi seorang muslim
untuk bekerja di koran yang campur bawur kecuali apabila dia berpegang dengan
aturan syar’I, di antaranya:
-
Pekerjaannya
tersebut tidak menyebabkannya meninggalkan ajaran agamanya atau terjerumus
dalam dosa dan keharaman.
-
Berpegang
dengan kejujuran (dalam menyampaikan berita) dan meninggalkan dusta.
Kebanyakan koran bersandar dengan kedustaan dan
gosip dalam menjajakan barang dagangannya dengan alasan bahwa berita tidak
dinamakan berita koran kecuali ditambah dengan bumbu dan kedustaan. Cukuplah peringatan
Nabi dari dusta: “Sesungguhnya dusta mengajak kepada kefasikan dan kefasikan
mengajak kepada neraka, dan senantiasa seseorang berdusta dan berusaha dusta
sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”. Muttafaq alaih dari
hadits Ibnu Mas’ud.
Ini, ditambah lagi bahwa kedustaan menjadikan pembaca
tidak percaya dengan koran tersebut.
-
Berpegang
dengan amanah ilmiah dan ketelitian dalam menukil perkataan serta objektif dalam
menyampaikan topik pembahasan.
-
Berhati-hati
jangan sampai menjatuhkan kehormatan kaum muslimin dengan tuduhan zina, ghibah,
namimah, atau mengobral aib dan menfitnah kaum muslimin. Semuanya termasuk dosa
besar.
-
Tidak
bekerja di koran yang seluruh hartanya atau kebanyakan hartanya dari yang
haram, jika hartanya halal atau kebanyakan hartanya dari yang halal boleh
bekerja di situ.
Ditambah lagi bahwa jurnalis muslim hendaknya
memiliki sifat mengkritik dan keinginan untuk merubah dan memperbaiki, dan janganlah
bersifat pengekor. Rasulullah SAW bersabda:
لا تكونوا إمعة، تقولون: إن أحسن الناس أحسنا، وإن ظلموا ظلمنا، ولكن
وطنوا أنفسكم إن أحسن الناس أن تحسنوا، وإن أساءوا فلا تظلموا
Janganlah
kalian menjadi pengekor, jika manusia baik maka kami baik, jika mereka dhalim
kami dhalim pula, akan tetepi mantapkan diri kalian, jika manusia baik maka
kalian baik, dan jika mereka berbuat jahat maka jangan berbuat dhalim. Diriwayatkan
oleh al-Baihaqi.
Ini yang
bisa disampaikan, jika kamu ingin pembahasan yang lebih mendalam, silahkan
membaca buku yang berkaitan denagn media informasi menurut pandangan islam.
Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&lang=&Option=FatwaId&Id=13560