Sabtu, 10 September 2011

Hadits perintah Nabi kepada para sahabatnya untuk wudhu ketika ada seorang sahabat yang kentut




Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dari Yahya bin Abdullah al-Babalati: telah mengatakan kepada kami al-Auza’i: telah mengatakan kepada kami Washil bin Abu Jamil Abu Bakar dari Mujahid berkata:
((وجد النبي صلى الله عليه وسلم ريحاً فقال: ليقم صاحب هذا الريح فليتوضأ. فاستحيا الرجل أن يقوم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ليقم صاحب هذا الريح فليتوضأ فإن الله لا يستحي من الحق، فقال العباس: يا رسول الله أفلا نقوم كلنا نتوضأ؟ فقال: قوموا كلكم
فتوضؤوا))
 Rasulullah mendapati bau (kentut), kemudian beliau berkata: “Hendaknya pemilik bau ini bangun untuk berwudhu”. Maka orang tersebut malu untuk bangun, maka Rasulullah berkata: “Hendaknya pemiliki bau ini bangun untuk berwudhu, sesungguhnya Allah tidak malu dari yang hak”. Maka al-Abbas berkata: “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak bangun semua untuk wudhu?”. Maka Rasulullah berkata: “Bangunlah kalian semua untuk berwudhu”.

Hadits ini adalah hadits yang batil sebagaimana yang disampaikan oleh Syeikh al-Albani di dalam as-Silsilah adh-Dha’ifah no.: 1132.

Syeikh al-Albani berkata: “Hadits ini sanadnya dhaif penuh dengan rentetan illah: irsal dari Mujahid dan dia adalah Ibnu Jabrin dan lemahnya Washil bin Abu Jamil dan al-Babalati.
Dan asal hadits ini mawquf. Dan Mujalid telah meriwayatkan: ‘Amir telah mengatakan kepada kami dari jarir yaitu Ibnu Abdillah al-Bajali: Bahwasanya Umar shalat bersama manusia kemudian ada orang yang kentut, maka Umar berkata: “Aku bertekad agar supaya pemilik bau ini untuk berwudhu dan mengulangi shalatnya”. Maka Jarir berkata: “Atau engkau bertekat terhadap setiap orang yang mendengarnya untuk berwudhu dan mengulang shalat”. Maka Umar berkata: “Alangkah baiknya apa yang kamu ucapkan, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan”. Kemudian memerintahkan mereka dengan itu.
Sedangkan ath-Thabrani meriwayatkan dalam al-Mu’jam al-Kabir (1/107/1): mengatakan kepada kami Mu’adz bin al-Mutsanna: mengatakan kepada kami Musaddad: mengatakan kepada kami Yahya dari Mujalid.
Syeikh al-Albani berkata: Atsar ini sanad perowinya seluruhnya tsiqat, para perowi Muslim kecuali Mu’adz bin Mutsanna dia seorang tsiqat yang terjemahnya ada di Tarikh al-Baghdad. Dan Mujalid dan dia adalah Ibnu Sa’id al-Hamadani yang mana al-Hafidz berkata di dalam at-Taqrib: “Bukan seorang yang kuat dan telah berubah hafalannya di akhir usianya”.
Sedangkan perkataan al-Haitsami: “ath-Thabrani meriwayatkannya di dalam al-Kabir dan para perawinya adalah perowi yang shahih”.
Syeikh al-Albani berkomentar: “Perkataan ini termasuk hal yang tidak tersembunyi akan jauhnya dari kebenaran bagi orang yang mengetahui apa yang telah kami terangkan. Dan menyerupai hadits ini apa yang sering disampaikan orang-orang awam dan yang menyerupai mereka dari kalangan ahli ilmu, mereka menyangka bahwa Nabi SAW berkhuthbah pada suatu hari kemudian salah seorang sahabat kentut, sehingga dia malu untuk bangun di hadapan manusia dan dia telah makan daging unta sehingga Rasulullah berkata untuk menutupi orang tersebut: “Siapa yang telah makan daging unta harus berwudhu”. Maka sekumpulan orang yang telah makan daging unta bangun untuk wudhu.
Kisah ini bersamaan tanpa ada asalnya dalam kitab-kitab sunnah dan tidak pula dalam selainnya dari kitab-kitab fiqh dan tafsir sepengetahuanku, sesungguhnya pengaruhnya jelek sekali bagi orang yang membenarkannya karena menghalanginya untuk mengamalkan perintah Nabi SAW bagi setiap orang yang makan daging unta untuk berwudhu sebagaimana telah tetap di dalam Shahih Muslim dan selainnya: mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah kami harus wudhu dari memakan daging kambing?”. Rasulullah menjawab: “Tidak”. Mereka berkata:”Apakah kami harus wudhu dari memakan daging unta?”. Rasulullah menjawab: “Berwudhulah”. Mereka membawa perintah Nabi yang shrih ini kepada sekedar (keinginan Nabi) untuk menutupi seseorang tersebut bukan pensyariatan. bagaimana mereka memahami kisah ini dan mempercayainya padahal sangat jauh dari akal sehat dan dari syariat yang lurus. Apabila mereka mau memikirkannya sesaat akan jelas apa yang kami terangkan dengan gambling. Sesungguhnya tidak selayaknya bagi Nabi SAW untuk memerintahkan dengan suatu perintah berkaitan dengan sebab temporer, kemudian beliau tidak menjelaskan sebab tersebut kepada manusia sehingga masalah tersebut menjadi syariat yang langgeng. Sebagaimana terjadi dalam masalah ini. Para ulama hadits dan fiqh telah mengamalkan hadits ini, seandainya Rasulullah memerintahkan hal tersebut karena sebab yang disangka tersebut niscaya Rasulullah akan menjelaskannya dengan sempurna, sehingga manusia tidak tersesat karena mengikuti para ulama terhadap perintah yang mutlak tersebut. Akan tetapi semoga Allah merendahkan setiap pemalsu hadits di setiap jaman dan setiap kota, sesungguhnya mereka adalah penyebab terbesar yang menjauhkan kebanyakan kaum muslimin dari mengamalkan sunnah Nabi SAW. Dan semoga Allah meridhai para kaum muslimin yang mengamalkan perintah Nabi ini dan memberikan taufik kepada yang lain untuk mengikuti mereka dalam hal ini dan mengikuti setiap sunnah Nabi SAW yang shahih. Allah yang memberi taufik.

sumber: as-Silsilah adh-Dha’ifah no.: 1132.  

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar