Jumat, 09 September 2011

Berta'awun dengan yayasan yang memiliki kesalahan dalam manhaj


Pertanyaan: Kami mendapati sebagian pemuda di negeri kami ingin berta’awun dengan sebagian yayasan amal yang menyelisihi manhaj yaitu dengan berta’awun dengan mereka dari bidang bantuan harta saja tanpa syarat dari pihak yayasan tersebut. Apa nasehatmu terhadap mereka?

Jawab:
 
Telah lalu penjelasan tentang ta’awun, hukum asal ta’awun adalah firman Allah:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَان
“Dan tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa dan janganlah tolong menolong di atas dosa dan permusuhan”. (al-Maidah: 2). Apabila ta’awun tersebut di atas kebaikan dan takwa maka tidak mengapa.
Saya buatkan contoh untuk menjelaskan masalah ini. Kalau ada ahli bid’ah atau seorang yang menyimpang dalam manhaj atau sebagian orang yang memiliki penyimpangan berkata: Berikan pada kami buku-bukumu untuk kuajarkan. Bukankah ini ta’awun? Ini namanya ta’awun. Apakah dilarang berta’awun dengan mereka? Kamu berkata: Tidak, kami tidak akan memberikan padamu buku-buku kami dan kami tidak akan memberikan kesempatan padamu untuk menyampaikan pelajaran (dengan buku-buku kami) karena kalian adalah ahli bid’ah atau kalian menyimpang dalam manhaj. Tidak ada seorangpun dari ahli ilmu mengatakan semacam ini. Bahkan kita berusaha untuk memberikan petunjuk kepadanya.
Seandainya mereka berkata: Kami ingin menghadiri pelajaran-pelajaranmu. Kemudian kamu katakan: Tidak, tidak boleh masuk ke masjid-masjid kami. Yang dilarang masuk masjid adalah orang-orang kafir, adapun di luar masjid … sampai orang yahudi dan nasrani kalau salah seorang dari mereka berkata: Aku ingin mengunjungimu dan bertanya tentang islam, atau  dia berkata: Berkunjunglah padaku dan serulah aku ke dalam agama islam. (maka serulah dia ke dalam agama islam). Ini adalah ta’awun. Kalau sebagian mereka meminta kepada sebagian ahlus sunnah, dan mereka jujur dalam meminta dengan berkata: Utuslah kepada kami seorang alim yang mengajari manusia. Mereka tidak menginginkan kecuali kebaikan, tidak menginginkan kecuali ilmu, tidak ingin menguatkan kebatilan mereka dan tidak ingin menyamarkan diri dihadapan manusia. Ingin menyamarkan diri di hadapan manusia? Apa yang menghalangi untuk menasehati dan memberikan saran kepada mereka?
Adapun apabila ta’awun, di sana ada sekelompok ahli bid’ah yang memiliki kebid’ahan-kebid’ahan kemudian mereka berkata: Kami berta’awun dengan kalian, diamlah terhadap kesalahan-kesalahan kami, jangan mentahdzir kesalahan-kesalahan kami dan kami tidak mentahdzir dari kalian, kita berta’awun, kita berkumpul di atas apa yang kita sepakati dan saling memberikan udzur atas apa yang kita perselisihkan. Maka kamu katakan: Ini salah, kami berta’awun bersama kalian dengan memberikan nasehat kepada kalian dengan menjelaskan kesalahan-kesalahan kalian, ini ta’awun terbesar bersama kalian.
Di sana ada perbedaan antara ta’awun tersebut. Yang ingin kebaikan kita membantunya dan yang ingin menyelisihi sunnah walaupun saudara terdekat kita, kita tidak membantunya dalam menyelisihi sunnah. Inilah dasar ahlus sunnah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil.
Dan hendaknya kita menjauhkan diri dari perkataan mutlak, Apa hukum berta’awun dengan ahli bid’ah? (Jawaban): Tidak boleh berta’awun dengan ahli bid’ah. Maka perinci jawabannya!. Yang lain berkata boleh berta’awun dengan ahli bid’ah. Dua kelompok berselesih (dalam masalah ini), sekelompok membolehkan dan yang lain melarang.
Apa yang ada dalam al-Qur’an? Boleh atau tidak? Di dalam al-Qur’an ada perincian: “Dan tolong menolonglah di atas kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong di atas dosa dan permusuhan”. (al-Maidah: 2). Kita sering menyeru saudara-saudara kita untuk merinci perkataan dan tidak mengglobalkan perkataan agar kita tidak salah dalam perkataan umum. Yang ingin kebaikan Allah akan menolongnya, yang ingin menyelisihi (sunnah) kita tidak membantunya.
Akan tetapi kita juga harus hati-hati dari terjatuh dalam jerat-jerat ahli bid’ah dan menjadikan kita membantu kebatilan mereka tanpa kita sadari. Karena sebagian orang … dan berbuat tanpa dia ketahui, mendatanginya sebagian ahli bid’ah dan dia menghadiri majlis mereka dan mereka berkata: Nasehatilah kami wahai Syeikh. Kemudian mereka membuat talbis di antara manusia dengan berkata: Fulan tiap hari mendatangi kami dan pelajaran-pelajarannya di masjid kami, apa yang kalian ingkari pada kami. Orang alim ini ada pada kami. Seorang yang cerdas hendaknya hati-hati untuk menjadi sebab terjadinya fitnah di antara manusia. Oleh karena itu, sebagian ahli ilmu memberikan peringatan dari duduk bersama ahli bid’ah apabila menimbulkan fitnah di antara manusia. Semacam ini ada sejak jaman dahulu, ahli bid’ah menyamarkan diri di hadapan manusia. Apabila datang seorang alim kepada mereka, mereka berkata: Seandainya kami memiliki kesalahan niscaya Fulan (alim ini) tidak mendatangi kami, tidak duduk bersama kami, tidaklah Fulan tersebut menyampaikan pelajaran di masjid kami. Selayaknya merinci masalah ini sehingga kita membenarkan yang hak dan mematahkan yang batil dan agar kita tidak menyampaikan hukum-hukum kita, menyampaikan perkataan tanpa terperinci.
Kemudian ada pertanyaan tentang bantuan dari ahli bid’ah, maka jawaban Syeikh sebagai berikut:
Bantuan bermacam-macam, yang pertama kita bahas siapa ahli bid’ah, karena sebagian orang berpendapat setiap orang yang menyelisihinya menjadi ahli bid’ah walaupun pada satu masalah menjadilah dia ahli bid’ah (menurutnya). Dan setiap orang yang dikritik oleh sebagian orang menjadilah dia ahli bid’ah.
Ahli bid’ah apabila kita mutlakkan kata ahli bid’ah mereka adalah termasuk ahlu bid’ah di atas kaidah-kaidah yang dikenal menurut ahlu sunnah wal jama’ah. Mereka kaum salaf menolak menerima kebaikan ahli bid’ah, karena ahli bid’ah tidak memberikan kepadamu sesuatu kecuali minta imbalan. Dan sebagian salaf berhati-hati dan memberikan peringatan dari mengambil sesuatu dari ahli bid’ah, mereka berkata: “Aku takut menerima kebaikan ahli bid’ah sehingga hatiku mencintainya". Dan Imam Ahmad tidak mengucapkan salam kepada ahli bid’ah, karena ucapan salam bisa mendatangkan kecintaan.
Jika dia ahli bid’ah maka kita tidak menerima kebaikannya, dan Allah mencukupi kita dari apa yang ada pada mereka. Adapun apabila pada sebagian orang yang menasabkan diri pada sunnah namun padanya ada kesalahan-kesalahan, bahkan para pedagang dari ahli sunnah yang secara umum mereka tidak melakukan bid’ah yang nyata bahkan mereka menyerupai orang-orang awam yang berharta, seandainya mereka memberikan harta kepada ahlus sunnah atau kepada para penuntut ilmu dan berkata buatlah daurah buatlah muhadharah, lalu kamu katakan: kami tidak menerima kecuali dari seorang alim yang mengetahui sunnah dan mendakwahkan sunnah. Banyak sekali sekarang ini dari orang-orang awan di kalangan para pedagang kalau kamu tanya tentang aqidahnya, tidaklah mereka mengetahui aqidahnya kecuali sedikit. Akan tetapi mereka tidak dikenal dengan bid’ah yang nyata. Sebagian mereka melakukan kesalahan yang tidak mengeluarkannya dari ahlus sunnah, selayaknya kita adil dalam masalah ini.
Dan sebab fitnah, kita kenceng dalam satu masalah kemudian keesokan harinya kita meninggalkannya keseluruhan, ini masalahnya, hanya reaksi. Selayaknya kita memantapkan manhaj ini. Sebagian orang kenceng dalam masalah ini kemudian meninggalkan seluruhnya. Masalahnya terbangun di atas sikap adil dan pertengahan. Sebagaimana aku sampaikan kepada kalian, Kita tidak … akan tetapi kita memiliki salaf, kita menukil perkataan mereka, kita kembali kepada hukum-hukum mereka dan kita mengikuti jalan mereka.

Oleh Syeikh Ibrahim ar-Ruhaili


Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar