Pertanyaan: Kami mendapati
sebagian pemuda di negeri kami ingin berta’awun dengan sebagian yayasan amal yang
menyelisihi manhaj yaitu dengan berta’awun dengan mereka dari bidang bantuan harta saja tanpa syarat dari pihak yayasan tersebut. Apa nasehatmu terhadap
mereka?
Jawab:
Telah lalu penjelasan tentang ta’awun,
hukum asal ta’awun adalah firman Allah:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى
الإِثْمِ وَالْعُدْوَان
“Dan tolong menolonglah kalian di
atas kebaikan dan takwa dan janganlah tolong menolong di atas dosa dan
permusuhan”. (al-Maidah: 2). Apabila ta’awun tersebut di atas kebaikan dan
takwa maka tidak mengapa.
Saya buatkan contoh untuk
menjelaskan masalah ini. Kalau ada ahli bid’ah atau seorang yang menyimpang
dalam manhaj atau sebagian orang yang memiliki penyimpangan berkata: Berikan
pada kami buku-bukumu untuk kuajarkan. Bukankah ini ta’awun? Ini namanya ta’awun.
Apakah dilarang berta’awun dengan mereka? Kamu berkata: Tidak, kami tidak akan
memberikan padamu buku-buku kami dan kami tidak akan memberikan kesempatan
padamu untuk menyampaikan pelajaran (dengan buku-buku kami) karena kalian
adalah ahli bid’ah atau kalian menyimpang dalam manhaj. Tidak ada seorangpun
dari ahli ilmu mengatakan semacam ini. Bahkan kita berusaha untuk memberikan
petunjuk kepadanya.
Seandainya mereka berkata: Kami
ingin menghadiri pelajaran-pelajaranmu. Kemudian kamu katakan: Tidak, tidak
boleh masuk ke masjid-masjid kami. Yang dilarang masuk masjid adalah
orang-orang kafir, adapun di luar masjid … sampai orang yahudi dan nasrani
kalau salah seorang dari mereka berkata: Aku ingin mengunjungimu dan bertanya
tentang islam, atau dia berkata: Berkunjunglah
padaku dan serulah aku ke dalam agama islam. (maka serulah dia ke dalam agama
islam). Ini adalah ta’awun. Kalau sebagian mereka meminta kepada sebagian ahlus
sunnah, dan mereka jujur dalam meminta dengan berkata: Utuslah kepada kami seorang
alim yang mengajari manusia. Mereka tidak menginginkan kecuali kebaikan, tidak
menginginkan kecuali ilmu, tidak ingin menguatkan kebatilan mereka dan tidak
ingin menyamarkan diri dihadapan manusia. Ingin menyamarkan diri di hadapan
manusia? Apa yang menghalangi untuk menasehati dan memberikan saran kepada
mereka?
Adapun apabila ta’awun, di sana
ada sekelompok ahli bid’ah yang memiliki kebid’ahan-kebid’ahan kemudian mereka
berkata: Kami berta’awun dengan kalian, diamlah terhadap kesalahan-kesalahan
kami, jangan mentahdzir kesalahan-kesalahan kami dan kami tidak mentahdzir dari
kalian, kita berta’awun, kita berkumpul di atas apa yang kita sepakati dan
saling memberikan udzur atas apa yang kita perselisihkan. Maka kamu katakan:
Ini salah, kami berta’awun bersama kalian dengan memberikan nasehat kepada
kalian dengan menjelaskan kesalahan-kesalahan kalian, ini ta’awun terbesar
bersama kalian.
Di sana ada perbedaan antara ta’awun
tersebut. Yang ingin kebaikan kita membantunya dan yang ingin menyelisihi
sunnah walaupun saudara terdekat kita, kita tidak membantunya dalam menyelisihi
sunnah. Inilah dasar ahlus sunnah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil.
Dan hendaknya kita menjauhkan
diri dari perkataan mutlak, Apa hukum berta’awun dengan ahli bid’ah? (Jawaban):
Tidak boleh berta’awun dengan ahli bid’ah. Maka perinci jawabannya!. Yang lain
berkata boleh berta’awun dengan ahli bid’ah. Dua kelompok berselesih (dalam
masalah ini), sekelompok membolehkan dan yang lain melarang.
Apa yang ada dalam al-Qur’an? Boleh
atau tidak? Di dalam al-Qur’an ada perincian: “Dan tolong menolonglah di atas
kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong di atas dosa dan permusuhan”.
(al-Maidah: 2). Kita sering menyeru saudara-saudara kita untuk merinci
perkataan dan tidak mengglobalkan perkataan agar kita tidak salah dalam
perkataan umum. Yang ingin kebaikan Allah akan menolongnya, yang ingin
menyelisihi (sunnah) kita tidak membantunya.
Akan tetapi kita juga harus
hati-hati dari terjatuh dalam jerat-jerat ahli bid’ah dan menjadikan kita
membantu kebatilan mereka tanpa kita sadari. Karena sebagian orang … dan berbuat
tanpa dia ketahui, mendatanginya sebagian ahli bid’ah dan dia menghadiri majlis
mereka dan mereka berkata: Nasehatilah kami wahai Syeikh. Kemudian mereka membuat
talbis di antara manusia dengan berkata: Fulan tiap hari mendatangi kami dan pelajaran-pelajarannya
di masjid kami, apa yang kalian ingkari pada kami. Orang alim ini ada pada
kami. Seorang yang cerdas hendaknya hati-hati untuk menjadi sebab terjadinya
fitnah di antara manusia. Oleh karena itu, sebagian ahli ilmu memberikan
peringatan dari duduk bersama ahli bid’ah apabila menimbulkan fitnah di antara
manusia. Semacam ini ada sejak jaman dahulu, ahli bid’ah menyamarkan diri di
hadapan manusia. Apabila datang seorang alim kepada mereka, mereka berkata:
Seandainya kami memiliki kesalahan niscaya Fulan (alim ini) tidak mendatangi
kami, tidak duduk bersama kami, tidaklah Fulan tersebut menyampaikan pelajaran
di masjid kami. Selayaknya merinci masalah ini sehingga kita membenarkan yang
hak dan mematahkan yang batil dan agar kita tidak menyampaikan hukum-hukum
kita, menyampaikan perkataan tanpa terperinci.
Kemudian ada pertanyaan tentang
bantuan dari ahli bid’ah, maka jawaban Syeikh sebagai berikut:
Bantuan bermacam-macam, yang
pertama kita bahas siapa ahli bid’ah, karena sebagian orang berpendapat setiap
orang yang menyelisihinya menjadi ahli bid’ah walaupun pada satu masalah menjadilah
dia ahli bid’ah (menurutnya). Dan setiap orang yang dikritik oleh sebagian
orang menjadilah dia ahli bid’ah.
Ahli bid’ah apabila kita
mutlakkan kata ahli bid’ah mereka adalah termasuk ahlu bid’ah di atas
kaidah-kaidah yang dikenal menurut ahlu sunnah wal jama’ah. Mereka kaum salaf menolak
menerima kebaikan ahli bid’ah, karena ahli bid’ah tidak memberikan kepadamu
sesuatu kecuali minta imbalan. Dan sebagian salaf berhati-hati dan memberikan
peringatan dari mengambil sesuatu dari ahli bid’ah, mereka berkata: “Aku takut menerima
kebaikan ahli bid’ah sehingga hatiku mencintainya". Dan Imam Ahmad tidak
mengucapkan salam kepada ahli bid’ah, karena ucapan salam bisa mendatangkan
kecintaan.
Jika dia ahli bid’ah maka kita
tidak menerima kebaikannya, dan Allah mencukupi kita dari apa yang ada pada
mereka. Adapun apabila pada sebagian orang yang menasabkan diri pada sunnah
namun padanya ada kesalahan-kesalahan, bahkan para pedagang dari ahli sunnah
yang secara umum mereka tidak melakukan bid’ah yang nyata bahkan mereka
menyerupai orang-orang awam yang berharta, seandainya mereka memberikan harta
kepada ahlus sunnah atau kepada para penuntut ilmu dan berkata buatlah daurah
buatlah muhadharah, lalu kamu katakan: kami tidak menerima kecuali dari seorang alim
yang mengetahui sunnah dan mendakwahkan sunnah. Banyak sekali sekarang ini dari
orang-orang awan di kalangan para pedagang kalau kamu tanya tentang aqidahnya,
tidaklah mereka mengetahui aqidahnya kecuali sedikit. Akan tetapi mereka tidak
dikenal dengan bid’ah yang nyata. Sebagian mereka melakukan kesalahan yang
tidak mengeluarkannya dari ahlus sunnah, selayaknya kita adil dalam
masalah ini.
Dan sebab fitnah, kita kenceng
dalam satu masalah kemudian keesokan harinya kita meninggalkannya keseluruhan,
ini masalahnya, hanya reaksi. Selayaknya kita memantapkan manhaj ini. Sebagian orang
kenceng dalam masalah ini kemudian meninggalkan seluruhnya. Masalahnya terbangun
di atas sikap adil dan pertengahan. Sebagaimana aku sampaikan kepada kalian, Kita
tidak … akan tetapi kita memiliki salaf, kita menukil perkataan mereka, kita kembali
kepada hukum-hukum mereka dan kita mengikuti jalan mereka.
Oleh Syeikh Ibrahim ar-Ruhaili
Sumber: http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=lecture&action=category&category=50
al-Liqa’ al-Maftuh 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar