Kamis, 08 September 2011

Islam dan profesi jurnalis



Pertanyaan: Apa hukum islam tentang profesi wartawan (jurnalis)? Dan apa aturan syar’inya?

Jawab:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba’du:

Jurnalistik adalah sarana informasi yang sudah dikenal yang memiliki pengaruh yang luar biasa bagi setiap orang dan masyarakat. Jurnalis  sangat esensial dalam memberikan informasi kepada pembaca akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan pandangan penulis terhadap peristiwa tersebut. Tidak dipungkiri bahwa jurnalis sejak kemunculannya telah digunakan untuk memusuhi kaum muslimin pada kebanyakan waktu, karena para pelakunya kebanyakan adalah orang-orang Yahudi, Nashrani dan Ateis. Ditambah usaha aktif mereka untuk menyebarkan ateisme dan kerusakan moral, menganggap baik kebatilan dan mempromosikannya. Dan kebanyakan kaum muslimin tidak menyadari hal ini, dan yang menyadari di antara mereka menyadarinya setelah terlambat atau hampir terlambat.
Sekarang telah terjadi apa yang telah terjadi. Dan kami memandang akan wajibnya bagi kaum muslimin untuk mengerahkan kemampuan mereka di bidang ini sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang paling penting berpegang dengan petunjuk islam, karena Allah sebagaimana memerintahkan kita beribadah untuk mencapai tujuan, Allah juga memerintahkan kita beribadah dengan berpegang dengan syariat-Nya ketika kita berusaha mencapai tujuan. Maka tujuan tidak boleh menjadi penghalal segala cara dalam agama yang lurus ini.
Dan hukum bekerja manjadi jurnalis tergantung pada jenis pekerjaan dan tabiat koran yang dia akan kerja di situ, karena koran bermacam-macam, di antaranya:
1-   Koran yang serius dan komitment (dengan informasi yang benar) seperti koran-koran dan majalah yang memperhatikan ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti tabloit dan majalah islami yang menyampaikan berita benar, mengarahkan kaum muslimin akan agama dan dunia mereka, maka bekerja di tempat semacam ini hukumnya mubah sesuai dengan hukum asalnya selama tidak terjatuh dalam larangan syar’i yang keluar dari hukum asal ini dan bahkan bisa jadi wajib pada sebagian kondisi sesuai kebutuhan.
2-  Koran murahan yaitu koran yang berisi hasutan, fitnah dan semisalnya yang mana koran ini mengedepankan hal-hal yang haram untuk melariskan barangnya dengan gambar porno atau menyebarkan aib dan kejahatan di masyarakat. Atau memberikan bantuan kepada musuh-musuh islam sehingga mereka bisa menjamah permasalahan islam dan dasar-dasarnya disamping sumber pendanaannya yang penuh subhat dan keharaman.  Maka koran semacam ini seorang muslim tidak boleh bekerja di situ, karena bekerja di situ mengandung arti tolong menolong dalam dosa dan permusuhan yang dilarang Allah:
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”. (al-Maidah: 2).
3-  Koran yang bercampur antara yang baik dan buruk, di dalamnya ada permainan, kesia-siaan dan tidak ada manfaatnya , lalu di situ juga ada lembaran agama, maka bekerja di situ tidak dihukumi satu hukum saja, bisa boleh satu waktu dan bisa jadi tidak boleh di waktu yang lain, bahkan bisa wajib pada waktu yang lain sesuai dengan kondisi dan aturan syar’i.
Kesimpulannya: tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk bekerja di koran yang campur bawur kecuali apabila dia berpegang dengan aturan syar’I, di antaranya:
-         Pekerjaannya tersebut tidak menyebabkannya meninggalkan ajaran agamanya atau terjerumus dalam dosa dan keharaman.
-         Berpegang dengan kejujuran (dalam menyampaikan berita) dan meninggalkan dusta.
Kebanyakan koran bersandar dengan kedustaan dan gosip dalam menjajakan barang dagangannya dengan alasan bahwa berita tidak dinamakan berita koran kecuali ditambah dengan bumbu dan kedustaan. Cukuplah peringatan Nabi dari dusta: “Sesungguhnya dusta mengajak kepada kefasikan dan kefasikan mengajak kepada neraka, dan senantiasa seseorang berdusta dan berusaha dusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta”. Muttafaq alaih dari hadits Ibnu Mas’ud.
Ini, ditambah lagi bahwa kedustaan menjadikan pembaca tidak percaya dengan koran tersebut.
-         Berpegang dengan amanah ilmiah dan ketelitian dalam menukil perkataan serta objektif dalam menyampaikan topik pembahasan.
-         Berhati-hati jangan sampai menjatuhkan kehormatan kaum muslimin dengan tuduhan zina, ghibah, namimah, atau mengobral aib dan menfitnah kaum muslimin. Semuanya termasuk dosa besar.
-         Tidak bekerja di koran yang seluruh hartanya atau kebanyakan hartanya dari yang haram, jika hartanya halal atau kebanyakan hartanya dari yang halal boleh bekerja di situ.
Ditambah lagi bahwa jurnalis muslim hendaknya memiliki sifat mengkritik dan keinginan untuk merubah dan memperbaiki, dan janganlah bersifat pengekor. Rasulullah SAW bersabda:
لا تكونوا إمعة، تقولون: إن أحسن الناس أحسنا، وإن ظلموا ظلمنا، ولكن وطنوا أنفسكم إن أحسن الناس أن تحسنوا، وإن أساءوا فلا تظلموا
Janganlah kalian menjadi pengekor, jika manusia baik maka kami baik, jika mereka dhalim kami dhalim pula, akan tetepi mantapkan diri kalian, jika manusia baik maka kalian baik, dan jika mereka berbuat jahat maka jangan berbuat dhalim. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
Ini yang bisa disampaikan, jika kamu ingin pembahasan yang lebih mendalam, silahkan membaca buku yang berkaitan denagn media informasi menurut pandangan islam.

Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&lang=&Option=FatwaId&Id=13560

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar