Pertanyaan yang maknanya:
Bibiku
memiliki anak perempuan yang aku mencintainya
sejak kecil dan aku berangan-angan dia bisa menjadi istriku namun aku tidak pernah menyampaikan isi hatiku ini kepada siapapun.
Ketika aku bertekad untuk mengkhithbahnya
sepulang dari safar selama satu tahun lebih, aku mendapatinya
telah menikah. Sehingga aku merasakan kesedihan yang mendalam. Namun beberapa waktu kemudian aku punya harapan, aku mengetahui dia ada
perselisihan dengan suaminya. Apakah saya boleh
menceritakan kepada bibiku tentang isi hatiku atau
apakah aku harus menunggu akhir dari kedua pasangan tersebut atau aku harus mengkhithbah saudara perempuannya yang lebih muda
umurnya?. Janganlah engkau menasehatiku untuk menjauhinya,
sungguh hatiku sangat mencintainya dan aku tidak
mungkin mampu melupakannya
……
Jawab:
Wahai
saudaraku……
perkenankanlah
aku berkata secara gamblang, sesungguhnya
aku mencintaimu. Aku akan menanyakan kepadamu dengan terang-terangan,
bagaimana kamu senang dengan musibah yang menimpa saudaramu dan kamu gembira dengan perselisihan yang terjadi antara dirinya
dengan istrinya karena sebab kamu bisa
mencapai syahwatmu dan kebodohan dalam hatimu. Beristighfarlah
kepada Allah! Apakah seorang muslim melakukan perbuatan semacam itu?. Sekali-kali
tidak, karena Rsulullah bersabda:
"ليس منا من خبب امرأة
على زوجها"
“Bukan golongan
kami orang yang merusak akhlak seorang
wanita terhadap suaminya”.
Maha suci
Allah! “Bukan golongan kami……”, ya bukan golongan kami karena kaum muslimin
sebagian mereka mencintai sebagian yang lain dan salah seorang dari
mereka mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya bahkan
mendahulukan saudaranya atas dirinya. Oleh karena itu, bukan golongan kami
orang yang ingin mendirikan bangunan keluarganya dengan meruntuhkan dan
menghancurkan bangunan rumah tangga saudaranya.
Wahai
saudaraku
Apabila
Rasulullah telah melarang seseorang untuk mengkhithbah (seorang wanita) yang
telah dikhithbah saudaranya dengan berkata:
لا يخطب الرجل على خطبة أخيه
حتى يترك الخاطب قبله أو يأذن له
“Janganlah
seorang lelaki mengkhithbah (wanita) yang telah dikhithbah saudaranya sampai
pengkhithbah sebelum dia meninggalkannya atau mengijinkannya”. (muttafaq
alaihi
Dan hal ini
karena memperhatikan perasaan dan menghormati saudaranya padahal dia mengetahui
itu baru sekedar khithbah, maka bagaimana pendapatmu jika telah terjadi
pernikahan dan terbentuk sebuah rumah tangga
Sekali-kali
tidak, aku tidak yakin engkau bermuhasabah dan berkata jujur pada dirimu sendiri,
bagaimana setan bisa menyeretmu kepada keinginan yang haram dan angan-angan
yang menipu……?
Dan termasuk
perkataan yang baik, aku katakan kepadamu sesungguhnya haram bagimu berbicara
kepada bibimu dengan apa yang setan masukkan ke dalam hatimu karena itu akan
memperdalam perselisihan yang terjadi antara anak perempuan bibimu dengan
suaminya dan itu termasuk takhbib yang haram secara syar’ii, dijauhi oleh jiwa
yang mulia dan tidak disukai oleh akal yang lurus. Oleh karena itu, aku
nasehatkan kepadamu untuk mengkhithbah wanita shalihah yang memiliki agama yang
baik, sama saja apakah anak perempuan bibimu yang kecil atau selainnya. Yang
penting agamanya bagus agar dia bisa menolongmu dalam urusan agama dan
duniamu. Semoga Allah memberikan taufik, menjaga, meluruskan dan memberi
hidayah kepadamu……
Sumber: Fi Baitina
Musykilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar