Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Baaz ditanya
tentang jamaah tabligh.
Penanya berkata, “Wahai Samahatus Syaikh, kami
mendengar tentang jamaah tabligh dan apa yang mereka lakukan dari dakwah.
Apakah Engkau menasehatiku untuk bergabung dengan jamaah ini? Aku mengharapkan
saran dan nasehatmu, semoga Allah melimpahkan pahala untukmu.
Syeikh menjawab dengan berkata: Setiap orang
yang berdakwah di jalan Allah dia seorang muballigh “Sampaikan dariku meskipun satu ayat”. Akan tetapi jamaah tabligh yang dikenal sekarang
ini dari India pada mereka terdapat khurafat, bid’ah dan kesyirikan tidak
diperkenankan khuruj bersama mereka kecuali seseorang yang berilmu, khuruj
untuk mengingkari dan mengajari mereka (ilmu syar’i). Namun apabila seseorang
khuruj untuk mengikuti mereka, tidak boleh. Karena pada mereka terdapat
khurafat, kesalahan dan kurang ilmu. Akan tetapi apabila jamaah tabligh selain
mereka dari kalangan ahli bashirah dan ahli ilmu keluar bersama mereka untuk
dakwah di jalan Allah atau seseorang yang berilmu memiliki bashirah khuruj
bersama mereka untuk mengajarkan ilmu, mengingkari (kemungkaran), memberikan
petunjuk kepada kebaikan dan mengajari mereka sehingga mereka meninggalkan
manhaj yang batil dan mengikuti madzhab ahlus sunnah wal jamaah (tidak
mengapa).
[Diambil dari kaset berjudul Fatwa Samahatus
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz terhadap jamaah tabligh. Fatwa ini keluar di
kota Thaif dua tahun sebelum wafatnya Syeikh Bin Baaz].
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz ditanya:
Semoga Allah berbuat ihsan kepada Engkau, hadits Nabi tentang perpecahan umat
yaitu sabda Nabi, “Umatku akan terpecah menjadi
tujuh puluh tiga kelompok kecuali satu (yang selamat dari neraka)”. Apakah jamaah tabligh dengan apa yang ada pada
mereka dari kesyirikan dan bid’ah dan jamaah ikhwan muslimin dengan apa yang
ada pada mereka dari hizbiyyah dan melawan pemerintah serta tidak mau mendengar
dan taat (terhadap pemerintah), apakah kedua kelompok ini masuk……?
Syeikh menjawab, “Masuk kedalam tujuh puluh dua
kelompok, orang yang menyelisihi aqidah ahlus sunnah masuk ke dalam tujuh puluh
dua kelompok dengan sabda Rasulullah “umatku”,
maksudnya umat ijabah yaitu umat yang menerima Rasulullah dan
menampakkan ittiba’nya terhadap Rasulullah sebanyak tujuh puluh tiga kelompok.
Kelompok yang selamat adalah kelompok yang mengikuti Nabi dan istiqomah di atas
agamanya. Sedangkan tujuh puluh dua kelompok, di antara mereka ada yang kafir,
ahli maksiat dan ahli bid’ah dengan aneka ragamnya.
Penanya berkata, artinya dua kelompok ini
termasuk tujuh puluh dua kelompok?
Syeikh menjawab: Ya, termasuk tujuh puluh dua
kelompok juga murjiah dan selainnya. Murjiah dan khawarij, sebagian ahli ilmu
memandang khawarij orang-orang yang keluar dari islam akan tetapi masih masuk
ke dalam keumuman tujuh puluh dua golongan.
[Dari pelajaran beliau tentang Syarh al-Muntaqa di kota Thaif dari rekaman kaset
dua tahun sebelum wafat beliau].
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
ditanya: Kami khuruj bersama jamaah tabligh ke India dan Pakistan. Kami
berkumpul dan shalat di masjid-masjid yang terdapat padanya kuburan. Aku pernah
mendengar bahwa shalat di masjid yang ada kuburannya, shalatnya batal.
Bagaimana pendapatmu tentang shalatku, apakah aku mengulang shalatku? Apa hukum
khuruj bersama jamah tabligh ke tempat-tempat semacam ini?
Jawab: Bismillah dan segala puji bagi Allah wa
ba’du: Sesungguhnya jamaah tabligh mereka tidak memiliki ilmu tentang masalah
aqidah, maka tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali orang yang memiliki ilmu
dan bashirah tentang aqidah yang benar yang dipegang ahlus sunnah wal jamaah
sehingga dia mengarahkan dan menasehati mereka serta tolong menolong dengan
mereka di atas kebaikan karena mereka rajin beramal akan tetapi mereka
membutuhkan tambahan ilmu dan membutuhkan orang yang mengajari mereka dari
ulama tauhid dan sunnah. Semoga Allah memberikan rizki kepada seluruh kaum
muslimin pemahaman agama dan kokoh di atasanya.
Adapun shalat yang di dalamnya ada kuburannya,
tidak syah. Wajib bagimu untuk mengulang shalatmu karena Rasulullah bersabda: “Allah melaknat Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan
Nabi-Nabi mereka sebagai masjid”. Hadits yang disepakati
keshahihannya. Dan sabda Rasulullah, “Ketahuilah,
sesungguhnya umat sebelum kalian mereka menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka dan
orang-orang shalih mereka sebagai masjid. Ketahuilah, janganlah kalian
menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid, aku melarang kalian dari demikian
itu”. Dikeluarkan oleh Muslim di
dalam shahihnya. Hadits-hadits dalam bab ini banyak sekali dan kita memohon
taufik kepada Allah.
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.
Fatwa tertanggal 2/11/1414 H.
Adapun perkataan Syeikh, “tidak boleh khuruj
bersama mereka kecuali orang yang memiliki ilmu dan bashirah tentang aqidah
yang benar yang dipegang ahlus sunnah wal jamaah sehingga dia mengarahkan dan
menasehati mereka”, maka Syeikh Rabi’ berkomentar: Semoga Allah merahmati
Syeikh (Bin Baaz), seandainya mereka menerima nasehat dan saran ahli ilmu maka
tidak ada di sana dosa untuk khuruj bersama mereka, akan tetapi kenyataan
menyakinkan bahwa mereka tidak mau menerima nasehat serta tidak kembali dari
kebatilannya karena sangat fanatik dan mengikuti hawa nafsu. Seandainya mereka
menerima nasehat ulama niscaya mereka akan meninggalkan manhaj batil mereka dan
menempuh jalan tauhid dan sunnah.
Apabila permasalahannya demikian, maka tidak
boleh khuruj bersama mereka sebagaimana manhaj salaf yang tegak di atas kitab
dan sunnah dalam mentahdzir pelaku bid’ah dan (melarang) berkumpul dan duduk
bersama mereka, karena hal itu bisa memperbanyak jumlah mereka, membantu dan
memperkokoh dalam menyebarkan kesesatan mereka. Ini termasuk menipu islam dan
kaum muslimin, menipu mereka dan tolong menolong dengan mereka di atas dosa dan
permusuhan. Terlebih lagi mereka berbaiat di atas empat thariqah sufi yang
padanya terdapat aqidah hululiyah, wihdatul wujud, kesyirikan dan bid’ah.
Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya
tentang jamaah tabligh: Apa pendapatmu tentang jamaah tabligh, apakah boleh
bagi penuntut ilmu atau selainnya khuruj bersama mereka dengan alasan dakwah?.
Beliau menjawab: Jamaah tabligh tidak tegak di
atas manhaj kitabullah dan sunnah Rasulullah dan apa yang ada padanya salaf
sholeh. Jika demikian tidak boleh khuruj bersama mereka karena menafikan manhaj
kita dalam menyampaikan manhaj salaf. Dalam dakwah di jalan Allah yang keluar
(khuruj) adalah seorang alim. Adapun orang yang khuruj bersama mereka, mereka
kewajibannya adalah tinggal di negerinya dan belajar ilmu di masjid-masjid
sehingga di antara mereka ada yang menajdi ulama dan melaksanakan perannya
dalam dakwah di jalan Allah. Jika demikian, wajib bagi penuntut ilmu untuk
mendakwai mereka di rumah-rumah mereka untuk mempelajari al-kitab dan as-sunnah
serta mengajak manusia untuk (kembali) kepada keduanya. Mereka –yaitu jamaah
tabligh- tidak memperhatikan dakwah kepada al-kitab dab as-sunnah sebagai pondasi
umum, bahkan mereka menganggap dakwah ini pemecah belah umat. Sehingga mereka
mirip dengan jamaah ikhwanul muslimin. Mereka berkata, sesungguhnya dakwah
mereka tegak di atas kitab dan sunnah, akan tetapi ini sekedar pengakuan.
Mereka tidak memiliki aqidah yang mengumpulkan mereka, ini maturidi, ini
asy’ari, ini sufi dan ini tidak bermadzhab. Yang demikian karena dakwah mereka
tegak di atas landasan: “kumpulkan dan ajari ilmu”. Namun hakekatnya mereka
tidak memiliki ilmu, telah berlalu lebih dari setengah abad namun tidak muncul
di antara mereka seorang alim pun.
Adapun kami, kami berkata “ajari ilmu kemudian
kumpulkan”. Sehingga perkumpulan tersebut di atas pondasi yang tidak ada
perselisihannya. Dakwah jamaah tabligh adalah dakwah sufiah jaman sekarang yang
berdakwah kepada akhlak, adapun dakwah kepada memperbaiki aqidah masyarakat
mereka tidak bergerak, karena ini menurut mereka memecah belah umat.
Telah terjadi surat menyurat antara akh Sa’d
al-Hushain dan pemimpin jamaah tabligh di India atau di Pakistan, di dalamnya
menjelaskan bahwa mereka menetapkan tawassul, istighatsah dan lainnya semisal
itu. Mereka meminta kepada anggotanya untuk berbaiat di atas empat thariqah, di
antaranya thariqah naqsyabandiyah, setiap jamaah tabligh hendaknya berbaiat di atas
asas ini.
Kadang ada yang bertanya: Sesungguhnya jamaah
ini telah mengembalikan banyak manusia ke jalan Allah karena sebab dakwah
mereka, bahkan banyak manusia yang masuk islam karena mereka, bukankah ini
cukup untuk membolehkan khuruj bersama mereka dan bergabung dengan dakwah
mereka?.
Kita katakan, kalimat semacam ini kita sering
mengetahuinya dan mendengarnya dari orang-orang sufi. Sebagai contoh, di sana
ada syeikh aqidahnya rusak dan tidak memahami sesuatupun dari sunnah bahkan
memakan harta manusia dengan batil, meskipun demikian banyak sekali dari
orang-orang fasik yang bertobat landaran dia. Setiap jamaah yang menyeru kepada
kebaikan, harus memiliki pengikut . akan tetapi kita harus melihat kepada
kebaikan tersebut. Mereka menyeru kepada apa?. Apakah mereka menyeru kepada
mengikuti kitabullah dan hadits Rasulullah, menyeru kepada aqidah salaf dan
tidak ta’ashshub terhadap madzhab serta mengikuti sunnah dimanapun dan bersama
siapapun?. Jamaah tabligh mereka tidak memiliki manhaj ilmiah, akan tetapi
manhaj mereka disesuaikan dengan tempat yang mereka berada di situ, mereka
bercorak dengan berbagai warna.
[Lihat al-fatawa al-imaratiyah oleh al-Albani:
73/38]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar