Pelaku dosa besar di bawah masyiah (kehendak) Allah, kita tidak mengkafirkan ahli kiblat (kaum muslimin) karena dosa-dosa mereka dan kita serahkan rahasia hati mereka kepada Allah.
Pelaku dosa besar di bawah masyiah Allah, jika Allah menghendaki, Allah akan mengampuni mereka dan jika Allah menghendaki Allah akan menyiksa mereka sampai batas waktu tertentu kemudian Allah memasukkan mereka ke dalam surga. Ini hukuman pada hari kiamat, tidak ada yang kekal di dalam neraka orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari keimanan.
Sedangkan dosa besar adalah setiap dosa yang mengharuskan pelakunya mendapatkan had (hukuman) di dunia atau mendapatkan laknat atau kemurkaan atau dihapusnya amal atau ancaman keras atau (ancaman) masuk neraka.
Adapun di dunia, pelaku dosa besar di bawah kekufuran tidak boleh dihukumi dengan kekafiran selama dia tidak menghalalkan perbuatan dosa tersebut. Dia tetap seorang muslim fasiq yang imannya kurang.
Kita serahkan rahasia hati mereka kepada Allah, karena kita tidak diperintahkan untuk menghukumi batin dan rahasia hati manusia. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. (QS. Al-Hujarat: 11). Allah juga berfirman
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. (QS. Al-Hujarat: 12). Allah berfirman:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawab. (QS.Al-Israa': 36).
Rasulullah berkata, "Aku tidak diperintahkan untuk melubangi hati manusia dan tidak pula untuk merobek perut manusia". Ketika Khalid bin Al-Walid berkata kepada beliau, "Betapa banyak orang yang shalat mengucapkan dengan lisannya apa yang tidak ada dalam hatinya".
Oleh karena itu, seorang muslim dicintai kerena apa yang ada padanya dari ketaatan dan keimanan dan dibenci karena apa yang ada padanya dari kefasikan dan kemaksiatan. Allah berfirman: "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik." (QS. Al-Baqarah: 178). Allah menetapkan persaudaraan seiman antara dua orang yang saling membunuh.
Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijma' telah menunjukkan akan penetapan pokok aqidah ini, yaitu tidak dikeluarkannya pelaku dosa besar dari keimanan.
Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisaa': 48). Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Adapun dosa di bawah syirik, maka Allah mengampuninya jika Allah menghendaki atau Allah menyiksa karena dosa tersebut jika Allah menghendaki, Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun. (QS. AL-Kahfi: 49). Dan bukan maksud dari ayat tersebut bahwa Allah mengampuni dosa di bawah kesyirikan apabila pelaku kesyirikan tersebut bertaubat dari kesyirikan, karena apabila maksud ayat tersebut demikian maka tidak benar penafian ampunan Allah bagi orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatupun karena Allah mengampuni orang yang bertaubat meskipun dia seorang musyrik.
Allah berfirman:
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. (QS. Al-Hujarat: 9-10). Allah menamakan dua kelompok yang berperang dengan saudara seiman meskipun keduanya saling membunuh dan Allah menjadikan kelompok yang mendamaikan sebagai saudara terhadap kedua kelompok yang berperang, padahal pembunuhan termasuk dosa di antara dosa-dosa besar.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (QS. At-Tahrim: 8). Allah memanggil mereka dengan keimanan dan memerintahkan mereka untuk bertaubat, dan tidaklah taubat kecuali karena sebab dosa.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. (QS. Al-Baqarah: 178). Allah menamai pembunuh sebagai seorang mukmin dan pembunuhan tersebut tidak mengeluarkannya dari keimanan.
Allah berfirman:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53). Allah memanggil hamba-hamba-Nya yang banyak melakukan perbuatan dosa dan kemaksiatan untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya, dan Allah menguatkan ampunan ini dengan firman-Nya "semuanya", ini selain dosa syirik.
Allah berfirman:
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisaa': 31). Yaitu apabila kalian meninggalkan dosa yang paling besar yang kalian dilarang untuk mengerjakannya yaitu perbuatan kufur dan kesyirikan, niscaya kami akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian.
Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mengerjakan shalat kita, menghadap ke kiblat kita dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang muslim. Baginya perlindungan Allah dan perlindungan Rasul-Nya, maka janganlah kalian melanggar Allah atas perlindungannya".
Maka seorang muslim tidak keluar dari keislamannya dengan melakukan suatu dosa selama dia tidak menghalalkan dosa tersebut, ahli warisnya mendapatkan warisan darinya, dia dishalatkan jenazah dan dikubur di pemakaman kaum muslimin.
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mengahramkan dari api neraka orang yang berkata laa ilaha illallah mengharapkan dengan ucapannya ini wajah Allah".
Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang meninggal dunia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, dia akan masuk surga".
Rasulullah bersabda, "Keluar dari api neraka orang yang berkata laa ilaha illallah".
Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaha illallah, dia akan masuk surga".
Rasulullah bersabda, "Allah berfirman, 'Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangiku dengan membawa sebesar bumi dari dosa kemudian engkau berjumpa dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun, niscaya Aku akan memberikan kepadamu sepenuh bumi dari ampunan'".
Dan Rasulullah berkata tentang seorang sahabat yang minum khamer kemudian dihukum cambuk dan sebagian sahabat memakinya, "Janganlah kalian melaknatnya, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Dan Rasulullah bersabda, "Keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dan di dalam hatinya terdapat sebesar biji sya'irah (gandum) dari kebaikan, keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dan di dalam hatinya terdapat sebesar biji burrah (gandum) dari kebaikan dan keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dan di dalam hatinya terdapat sebesar mutiara dari kebaikan".
Seluruh hadits-hadits ini menunjukkan bahwa tauhid adalah sebab terbesar untuk mendapatkan ampunan dari dosa-dosa meskipun dosa besar. Barangsiapa yang kehilangan tauhid berarti dia kehilangan ampunan Allah dan barangsiapa yang membawa tauhid, sungguh dia telah membawa sebab terbesar untuk mendapatkan ampunan Allah yang dengannya akan menyebabkan masuk ke dalam surga meskipun setelah beberapa saat lamanya.
Kemudian, di antara dalil tidak kafirnya pelaku dosa besar bahwasanya Allah telah mewajibkan had (hukuman) kepada pezina, pencuri, penuduh orang lain berzina tanpa mendatangkan saksi dan semisalnya, Allah telah menjadikan had ini sebagai kafarah (penghapus dosa) bagi mereka, seandainya mereka kafir dengan melakukan dosa-dosa besar ini niscaya akan ditegakkan kepada mereka hukuman mati karena murtad dan tidak boleh mendapatkan warisan dari mereka.
Imam Bukhari membuat bab di dalam Shahihnya, Bab kemaksiatan dari masalah jahiliyah dan pelakunya tidak dikafirkan dengan melaksanakan kemaksiatan tersebut kecuali syirik.
Imam Ibnu Abdil Barr telah menukilkan ijma' akan hal itu dengan berkata, Apabila pelaku dosa besar meninggal dunia, tempat kembalinya diserahkan kepada Allah. Jika Allah menghendaki Allah mengampuninya dan jika Allah menghendaki Allah akan mengadzabnya. Jika Allah mengadzabnya, itu karena kejahatannya. Dan apabila Allah memaafkan, itu karena Allah Maha Memaafkan dan Maha Pengampun. Apabila dia bertaubat sebelum meninggal dunia sebelum kedatangan kematian, dia menyesal dan berkeyakinan untuk tidak mengulangi dosanya, meminta ampun dan takut kepada Allah maka dia seperti orang yang tidak berdosa. Dan dengan ini, semuanya terdapat atsar-atsar yang shahih dari ulama salaf dan dipegang oleh sekelompok ulama muslimin.
Beliau juga berkata, "Ahli sunnah wal jama'ah –mereka adalah ahli fiqih dan atsar- telah bersepakat bahwa seseorang tidak akan dikeluarkan dari islam karena dosanya meskipun dosa besar".
Telah tersesat dari kebenaran dalam masalah ini dua kelompok:
1- Khawarij dan Mu'tazilah: Mereka melampaui batas sebagaimana kebiasaan mereka, mereka menghukumi pelaku maksiat dengan keluar dari keimanan di dunia ini, karena mereka berpendapat bahwa iman tidak bisa bertambah dan tidak berkurang. Kemudian Khawarij berkata dengan kafirnya pelaku maksiat sedangkan Mu'tazilah berkata bahwa pelaku maksiat berada di antara dua posisi yaitu tidak muslim dan tidak kafir.
Adapun di akhirat, mereka bersepakat bahwasanya pelaku maksiat kekal di dalam neraka, dia tidak mendapatkan ampunan Allah dan tidak pula mendapatkan syafaat seorang pemberi syafaat. Mereka bersepakat dalam hukuman di akhirat dan berselisih dalam hukuman di dunia.
2- Murjiah: Mereka meremehkan sebagaimana kebiasaan mereka, mereka menjadikan pelaku maksiat sebagai seorang mukmin yang sempurna keimanannya, imannya sebagaimana keimanan para nabi. Ini hukum mereka di dunia dan tidak ada hukuman bagi pelaku maksiat di akhirat.
Syeikhul Islam berkata, "Murjiah: Orang-orang yang memastikan dengan tidak mendapatkan adzab bagi seorangpun dari orang-orang fasik umat ini".
Adapun Ahlu Sunnah mereka berkata: Dia mukmin dengan keimanannya fasiq dengan dosa besarnya, dia pantas mendapatkan janji Allah dengan keimanannya dan mendapatkan ancaman Allah dengan kemaksiatannya. Dia tidak akan kekal di dalam neraka sebagaimana kekalnya orang kafir, akan tetapi dia akan keluar dari neraka setelah disucikan dari dosa atau mendapatkan syafaat atau mendapatkan ampunan dan rahmat Allah dan dia akan masuk surga dengan mendapatkan rahmat dan ampunan. Ahlu Sunnah tidak memberikan kepada pelaku maksiat iman mutlak yaitu kesempurnaan iman dan tidak mengambil darinya mutlak iman yaitu pokok keimanan.
Kita memohon kepada Allah maaf dan keridhaan-Nya, rahmat dan ampunan-Nya serta keutamaan dan kebaikan-Nya.
Sumber: Al-Intishar Bi Syarh Aqidah Aimmah Al-Amshar karya Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr: 275-280 diterjemahkan oleh Rohmatullah Ngimaduddin, Lc.
Sedangkan dosa besar adalah setiap dosa yang mengharuskan pelakunya mendapatkan had (hukuman) di dunia atau mendapatkan laknat atau kemurkaan atau dihapusnya amal atau ancaman keras atau (ancaman) masuk neraka.
Adapun di dunia, pelaku dosa besar di bawah kekufuran tidak boleh dihukumi dengan kekafiran selama dia tidak menghalalkan perbuatan dosa tersebut. Dia tetap seorang muslim fasiq yang imannya kurang.
Kita serahkan rahasia hati mereka kepada Allah, karena kita tidak diperintahkan untuk menghukumi batin dan rahasia hati manusia. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. (QS. Al-Hujarat: 11). Allah juga berfirman
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. (QS. Al-Hujarat: 12). Allah berfirman:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawab. (QS.Al-Israa': 36).
Rasulullah berkata, "Aku tidak diperintahkan untuk melubangi hati manusia dan tidak pula untuk merobek perut manusia". Ketika Khalid bin Al-Walid berkata kepada beliau, "Betapa banyak orang yang shalat mengucapkan dengan lisannya apa yang tidak ada dalam hatinya".
Oleh karena itu, seorang muslim dicintai kerena apa yang ada padanya dari ketaatan dan keimanan dan dibenci karena apa yang ada padanya dari kefasikan dan kemaksiatan. Allah berfirman: "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik." (QS. Al-Baqarah: 178). Allah menetapkan persaudaraan seiman antara dua orang yang saling membunuh.
Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijma' telah menunjukkan akan penetapan pokok aqidah ini, yaitu tidak dikeluarkannya pelaku dosa besar dari keimanan.
Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisaa': 48). Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Adapun dosa di bawah syirik, maka Allah mengampuninya jika Allah menghendaki atau Allah menyiksa karena dosa tersebut jika Allah menghendaki, Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun. (QS. AL-Kahfi: 49). Dan bukan maksud dari ayat tersebut bahwa Allah mengampuni dosa di bawah kesyirikan apabila pelaku kesyirikan tersebut bertaubat dari kesyirikan, karena apabila maksud ayat tersebut demikian maka tidak benar penafian ampunan Allah bagi orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatupun karena Allah mengampuni orang yang bertaubat meskipun dia seorang musyrik.
Allah berfirman:
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. (QS. Al-Hujarat: 9-10). Allah menamakan dua kelompok yang berperang dengan saudara seiman meskipun keduanya saling membunuh dan Allah menjadikan kelompok yang mendamaikan sebagai saudara terhadap kedua kelompok yang berperang, padahal pembunuhan termasuk dosa di antara dosa-dosa besar.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (QS. At-Tahrim: 8). Allah memanggil mereka dengan keimanan dan memerintahkan mereka untuk bertaubat, dan tidaklah taubat kecuali karena sebab dosa.
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. (QS. Al-Baqarah: 178). Allah menamai pembunuh sebagai seorang mukmin dan pembunuhan tersebut tidak mengeluarkannya dari keimanan.
Allah berfirman:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53). Allah memanggil hamba-hamba-Nya yang banyak melakukan perbuatan dosa dan kemaksiatan untuk tidak berputus asa dari rahmat-Nya, dan Allah menguatkan ampunan ini dengan firman-Nya "semuanya", ini selain dosa syirik.
Allah berfirman:
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisaa': 31). Yaitu apabila kalian meninggalkan dosa yang paling besar yang kalian dilarang untuk mengerjakannya yaitu perbuatan kufur dan kesyirikan, niscaya kami akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian.
Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mengerjakan shalat kita, menghadap ke kiblat kita dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang muslim. Baginya perlindungan Allah dan perlindungan Rasul-Nya, maka janganlah kalian melanggar Allah atas perlindungannya".
Maka seorang muslim tidak keluar dari keislamannya dengan melakukan suatu dosa selama dia tidak menghalalkan dosa tersebut, ahli warisnya mendapatkan warisan darinya, dia dishalatkan jenazah dan dikubur di pemakaman kaum muslimin.
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mengahramkan dari api neraka orang yang berkata laa ilaha illallah mengharapkan dengan ucapannya ini wajah Allah".
Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang meninggal dunia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, dia akan masuk surga".
Rasulullah bersabda, "Keluar dari api neraka orang yang berkata laa ilaha illallah".
Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaha illallah, dia akan masuk surga".
Rasulullah bersabda, "Allah berfirman, 'Wahai anak Adam, seandainya engkau mendatangiku dengan membawa sebesar bumi dari dosa kemudian engkau berjumpa dengan-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun, niscaya Aku akan memberikan kepadamu sepenuh bumi dari ampunan'".
Dan Rasulullah berkata tentang seorang sahabat yang minum khamer kemudian dihukum cambuk dan sebagian sahabat memakinya, "Janganlah kalian melaknatnya, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Dan Rasulullah bersabda, "Keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dan di dalam hatinya terdapat sebesar biji sya'irah (gandum) dari kebaikan, keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dan di dalam hatinya terdapat sebesar biji burrah (gandum) dari kebaikan dan keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dan di dalam hatinya terdapat sebesar mutiara dari kebaikan".
Seluruh hadits-hadits ini menunjukkan bahwa tauhid adalah sebab terbesar untuk mendapatkan ampunan dari dosa-dosa meskipun dosa besar. Barangsiapa yang kehilangan tauhid berarti dia kehilangan ampunan Allah dan barangsiapa yang membawa tauhid, sungguh dia telah membawa sebab terbesar untuk mendapatkan ampunan Allah yang dengannya akan menyebabkan masuk ke dalam surga meskipun setelah beberapa saat lamanya.
Kemudian, di antara dalil tidak kafirnya pelaku dosa besar bahwasanya Allah telah mewajibkan had (hukuman) kepada pezina, pencuri, penuduh orang lain berzina tanpa mendatangkan saksi dan semisalnya, Allah telah menjadikan had ini sebagai kafarah (penghapus dosa) bagi mereka, seandainya mereka kafir dengan melakukan dosa-dosa besar ini niscaya akan ditegakkan kepada mereka hukuman mati karena murtad dan tidak boleh mendapatkan warisan dari mereka.
Imam Bukhari membuat bab di dalam Shahihnya, Bab kemaksiatan dari masalah jahiliyah dan pelakunya tidak dikafirkan dengan melaksanakan kemaksiatan tersebut kecuali syirik.
Imam Ibnu Abdil Barr telah menukilkan ijma' akan hal itu dengan berkata, Apabila pelaku dosa besar meninggal dunia, tempat kembalinya diserahkan kepada Allah. Jika Allah menghendaki Allah mengampuninya dan jika Allah menghendaki Allah akan mengadzabnya. Jika Allah mengadzabnya, itu karena kejahatannya. Dan apabila Allah memaafkan, itu karena Allah Maha Memaafkan dan Maha Pengampun. Apabila dia bertaubat sebelum meninggal dunia sebelum kedatangan kematian, dia menyesal dan berkeyakinan untuk tidak mengulangi dosanya, meminta ampun dan takut kepada Allah maka dia seperti orang yang tidak berdosa. Dan dengan ini, semuanya terdapat atsar-atsar yang shahih dari ulama salaf dan dipegang oleh sekelompok ulama muslimin.
Beliau juga berkata, "Ahli sunnah wal jama'ah –mereka adalah ahli fiqih dan atsar- telah bersepakat bahwa seseorang tidak akan dikeluarkan dari islam karena dosanya meskipun dosa besar".
Telah tersesat dari kebenaran dalam masalah ini dua kelompok:
1- Khawarij dan Mu'tazilah: Mereka melampaui batas sebagaimana kebiasaan mereka, mereka menghukumi pelaku maksiat dengan keluar dari keimanan di dunia ini, karena mereka berpendapat bahwa iman tidak bisa bertambah dan tidak berkurang. Kemudian Khawarij berkata dengan kafirnya pelaku maksiat sedangkan Mu'tazilah berkata bahwa pelaku maksiat berada di antara dua posisi yaitu tidak muslim dan tidak kafir.
Adapun di akhirat, mereka bersepakat bahwasanya pelaku maksiat kekal di dalam neraka, dia tidak mendapatkan ampunan Allah dan tidak pula mendapatkan syafaat seorang pemberi syafaat. Mereka bersepakat dalam hukuman di akhirat dan berselisih dalam hukuman di dunia.
2- Murjiah: Mereka meremehkan sebagaimana kebiasaan mereka, mereka menjadikan pelaku maksiat sebagai seorang mukmin yang sempurna keimanannya, imannya sebagaimana keimanan para nabi. Ini hukum mereka di dunia dan tidak ada hukuman bagi pelaku maksiat di akhirat.
Syeikhul Islam berkata, "Murjiah: Orang-orang yang memastikan dengan tidak mendapatkan adzab bagi seorangpun dari orang-orang fasik umat ini".
Adapun Ahlu Sunnah mereka berkata: Dia mukmin dengan keimanannya fasiq dengan dosa besarnya, dia pantas mendapatkan janji Allah dengan keimanannya dan mendapatkan ancaman Allah dengan kemaksiatannya. Dia tidak akan kekal di dalam neraka sebagaimana kekalnya orang kafir, akan tetapi dia akan keluar dari neraka setelah disucikan dari dosa atau mendapatkan syafaat atau mendapatkan ampunan dan rahmat Allah dan dia akan masuk surga dengan mendapatkan rahmat dan ampunan. Ahlu Sunnah tidak memberikan kepada pelaku maksiat iman mutlak yaitu kesempurnaan iman dan tidak mengambil darinya mutlak iman yaitu pokok keimanan.
Kita memohon kepada Allah maaf dan keridhaan-Nya, rahmat dan ampunan-Nya serta keutamaan dan kebaikan-Nya.
Sumber: Al-Intishar Bi Syarh Aqidah Aimmah Al-Amshar karya Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr: 275-280 diterjemahkan oleh Rohmatullah Ngimaduddin, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar